Kamis, Desember 02, 2010

Souveniers from Pasanggiri Mojang Jajaka Jawa Barat 2010




With my boys - Candra Sopiana, Asri Aldina, Prabu Ardan - we are the LO of  2010



Paguyuban Mojang Jajaka Jawa Barat - Supervising and Guiding Function



All The Finalists with Mr. Herdiwan (The Agency Heads of Culture and Tourism)
Posing at Gedung Sate Bandung
 


All The Finalist at Pikiran Rakyat


Me at "The Core" of Pikiran Rakyat Newspaper - Bandung




Rizky Kusumawardana - Merra - Asri Aldina - Hafni Gandhi at Foothill of Ceremai Volcano, Kuningan West Java


We are Moka Jabar 2008++


Me with my view - supervising at quarantine



Paguyuban Mojang Jajaka Jawa Barat at Quarantine of Pasanggiri Moka Jabar 2010, Kuningan West Java



Ms. Frances B. Affandy  and Asri Aldina -
we smiled broadly after i finished moderating her class "International Interaction"


Selasa, November 30, 2010

remember december


December – a month that has uber-prestigious gift such as my birth


Im going to remember how i started my years in december, there's never be bad or worse..its totally grool! I make plan in december, reawakening the great side of life and being living.

This is my presumption,  i got a numbers of unexpected things this year, but suddenly i realize i might desperately need them. For me a solid combination consist of integrity and hope, and that's dazzling things happened this year.. i aimed it. * asri aldina on the go, continually makes progress no matter how hard it takes*

Kamis, September 16, 2010

echanting moments

Enchanting Indonesia The Fourth
Singapore 2-5 July 2010,
Ngee Ann City, Orchard Road

I was seeing the truth about integrity from this annual exhibition held by The Indonesian Embassy in Singapore, this event is not only for showcasing potentials of Indonesia's trade, tourism and investment but also for Acknowledge  the actors and players in tourism and others stakeholders to improve their capability in order to boost our tourism and creative industry. As well as increasing the number of Singaporean tourists who visit Indonesia each year, Enchanting Indonesia is also aimed at encouraging the foreign tourists who visit Singapore to continue their journey to Indonesia. 

Ministry of foreign affairs's web said this event has been designed not only for the promotion of Indonesia, but also to develop the relationship between the people of Indonesia and Singapore, by creating an environment where people can see and experience the different cultures, and so develop understanding and friendship between the two nations.




The Stage - “Just a smile away from the Wonder Archipelago”




 West Java Province as one of the  Partisipant




 


Aries Ismullah - Ima Amellya Setyawan- Gita Pujiati Asri Ruby - Kang Jaya - ABBA 'the designer' - 
Pak Fajar (KBRI Singapura) - Teh Uchie Hasan 'Diparbud Jabar' - Aninda Sekar Putri - Asri Aldina - Lilo Akbar





Mojang Jawa Barat on duty before do the Batik Garutan fashion show from ABBA



me on the stage




Senin, Maret 15, 2010

Apa Kabar Rakyat Jelata? #1

Kesehatan untuk sebagian orang adalah barang mewah yang terkadang sulit dicari, walau semua kalangan mendambakan hal ini akses mereka terhadap kesehatan tidak sama. Sebelum saya menulis posting ini, (jari-jari teramat hati-hati untuk mengetik sejumlah kalimat) pikiran melayang ke kasus Prita Mulia Sari yang sempat jadi primadona di media beberapa waktu lalu karena e-mail nya tentang layanan kesehatan di salah satu rumah sakit swasta, namun kasus Prita tak menghalangi saya untuk berceloteh tentang kesehatan dan layanan kesehatan yang seharusnya dapat diakses semua level masyarakat mulai dari presiden sampai dengan petani, mulai dari CEO sampai supir Bemo. Coba kita sempatkan untuk membaca UU tentang kesehatan, singkatnya toleh ke UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan Bab III pasal 4 yang berbunyi "Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.", rasanya memang realita tak semua sejalan dengan harapan di negeri ini, apalagi soal akses kesehatan...dan rasanya banyak orang yang setuju dengan saya.


Apa Kabar Rakyat Jelata? #1 akan saya awali dengan pengalaman saya saat Mama di rawat dengan diagnosa penyakit Radang Pankreas yang baru saat itu saya dengar. Minggu yang lalu tepatnya terhitung 5 Maret 2010 sampai dengan 11 Maret 2010, Mama diopname disalah satu rumah sakit rekanan perusahaan tempat Papa bekerja. Singkat cerita setelah diagnosa awal di UGD, mama di tes ina ini itu dengan penjelasan dokter UGD yang seadanya. Lalu setelah masuk ke kamar rawat inap, mendapatkan dokter spesialis penyakit dalam (internist), dan hasil tes kesehatan (jantung, enzim, rontgen, darah dsb) mama di diagnosa mengalami radang di pankreasnya.

Pada awalnya saya bingung, setelah satu hari dirawat papa kasih info bahwa Mama harus masuk ICU untuk menjalani tindakan medis lainnya. Sebagai orang biasa dengan latar belakang non-medical tentu saya panik dan takut, karena 'image' ICU' sangatlah tidak bersahabat dengan siapa pun apalagi orang sakit, dan pikiran pun saya batasi agar tak melayang kemana-mana memikirkan hal buruk tentang kesehatan Mama. Dengan muka 'bossy' saya bertanya ke beberapa suster yang jaga karena dokter yang menangani Mama sudah pulang, tapi jawaban mereka tak bisa memuaskan pertanyaan saya perihal Mama yang harus di ICU dan makan dengan selang berjarum yang ditusuk di lehernya. Secara kontekstuil saya belum memahami apa yang Mama derita sampai-sampai harus mendapat tindakan di ICU. Setelah mama keluar ICU pun saya masih bertanya dengan suster lainnya (lagi-lagi saya belum berkesempatan bertemu dengan dokter), dan saya menyerah dengan jawaban yang keluar dari mulut suster yang saya jumpai. Saya mulai ber-googling mencari apa yang Mama derita dan saya mendapatkannya, namun pertanyaan kenapa Mama harus (sekali) dimasukkan ke ICU masih belum memuaskan saya sampai sekarang.

Dua hari setelah dirawat, akhirnya saya bertemu dengan internist yang menangani Mama. Dengan perawakan 'dandy' dokter muda menjelaskan secara detail kepada saya yang agak terdengar 'fussy' (cerewet) dengan pertanyaan-pertanyaan (bodoh menurut mereka) layaknya rakyat biasa yang tidak tahu istilah medis yang kerap kali dokter-dokter lontarkan pada pasiennya (terkadang tanpa melihat latar belakang sosial pendidikan sang pasien). Saya bertanya layaknya murid sekolah dasar yang haus ilmu karena memang pengetahuan saya akan pankreatitis sangat minim. Setelah sang internist menjelaskan, saya baru benar-benar puas dan melengkapi internalisasi saya terhadap penyakit yang Mama derita setelah ber-google-ria. Setelah itu saya membayangkan, saya baru mendapat penjelasan dengan lengkap setelah saya melakukan beberapa usaha seperti bertanya kepada suster yang berbeda setiap kalinya, mencari info di google, dan mengajukan banyak pertanyaan kepada dokter yang menangani. Namun apa kabar rakyat biasa yang notabene tidak punya akses kesehatan?tidak punya kebernian untuk mempertanyakan diagnosa dokter?tidak memiliki akses terhadap internet dan kenal akan google?parahnya lagi apa kabar mereka yang tak punya jaminan kesehatan seperti layaknya Papa yang alhamdulillah punya jaminan kesehatan yang di berikan oleh kantornya?.....


Kepediahan akan terus berlanjut bagi rakyat biasa jika nominal uang sudah dialamatkan ke muka mereka sebagai tagihan rumah sakit yag harus mereka bayar. Mereka pasti menjerit karena ketidakberdayaan dan kebodohan yang hinggap. Keadaan ini terjadi terutama pada keadaan dimana pembiayaannya harus ditanggung sendiri (out of pocket) dalam sistim tunai (fee for service) dimana terkadang biaya untuk kebutuhan sehari-hari saja sudah pontang-panting didapat. Bagaimana kalau ketidaktahuan yang ada justru malah memaksa mereka mengiyakan segala anjuran dokter/rumah sakit untuk melakukan ina ini itu yang sama sekali tidak mereka pahami karena kendala pendidikan misalnya?


Kita memang tidak bisa serta-merta menyalahkan pemerintah karena tidak bisa mensejahterakan rakyatnya atau pun tak mampu menjamin suksesnya pelayanan kesehatan masyarakat. Kalau memang kita yang rakyat biasa sudah menyadari hal ini, tentunya selain kondisi keuangan yang harus kita perbaiki adalah terus tingkatkan kesadaran kita untuk mencari tahu sejelas-jelasnya tentang penyakit atau tindakan medis yang kita/keluarga kita alami. Jangan cukup puas dan percaya sepenuhnya terhadap apa yang diperintahkan rumah sakit atau dokter sekali pun, karena sebagai pasien kita punya hak tanya dan mencari informasi selengkap-lengkapnya. Semakin lengkap informasi yang kita dapat, semakin dalam pengetahuan kita untuk mencari opsi lain dari tindakan medis yang mungkin saja lebih murah dibandingkan yang diberikan oleh rumah sakit/dokter yang menangani kita atau keluarga kita.



Mungkin saja terdapat banyak kasus malpraktek terjadi justru karena ketidaktahuan sang pasien dan keluarga, inilah pentingnya mencari banyak sumber dan referensi karena bukan hal yang mustahil jika  kita/keluarga kita harus kehilangan salah satu anggota tubuh akibat perintah dokter atau oknum rumah sakit yang money oriented sehingga berbagai tindakan medis yang mungkin saja tidak perlu tapi harus kita jalani.


Rakyat Indonesia harus terbiasa tidak berpuas diri terhadap apa yang diberikan dan dikatakan di depan mata, apalagi perkara kesehatan yang tak ada serepnya. Keterbatasan pendidikan apalagi ekonomi bukan halangan pasien untuk bertanya, berkeluh, marah, dan memberikan kritik bagi rumah sakit termasuk manajemen, 'security', bagian gizi, suster dan dokter yang ada didalamnya.Saran saya untuk konteks kesehatan ini, lebih banyak lebih baik!!!

go 'field'

Why should i call this post with go 'field'?

In fact... i won't open any field like a farmer and even if i finished my bachelor degree in Bogor Agricultural University majoring management in science i won't get wet with mud, i back to my field in management, i feel like come home. Last year i was reporting news and u can see me on tv, but today (March 15) i become an Account Executive in Indosat, underline: i have a new job and noticeably im improving my management skill.  Dina still on the go and i still wanna wave to u on tv.

Kamis, Februari 25, 2010

M is not Bartolomeo Cristofori

dear,
gravecembalo col piano e forte hapsichord...


I can't imagine how can be white and black so perfectly set in life
White and black is not perfect anymore, because after white he give me black
The major to the mineur key, come lead me to the monotonous jive
Today i feel it's nothing more than just a mischievous harmony
If Cristofori make u as a legacy, why he can't give me just another white
If Cristofori can play u as a great melody, why he can't reply just ordinary goodbye
The note is so true piano...M is not Bartolomeo Cristofori

Selasa, Januari 12, 2010

Wapres berbunyi Budi

Disaat kebanyakan orang punya justifikasi sendiri terhadapa 'play safe' ala wakil presiden Boediono saat diperiksa pansus di DPR terkait Century gate, disaat itulah saya mulai melihat karakter sang mantan gubernur BI ini (dari kacamata pemirsa yang rakyat biasa). Posting ini tak beraroma ekonomi apalagi politik, seperti yang sempat saya tulis di status FB bahwa "im not blue (or even red), but tonight i learned about emotion management from mr. vice president..he did it very well!i hope that kind of attitude was imprinted on government policy (read:elegant & modest)".
Ini semua saya lihat jelas di televisi saat ia diperiksa pansus Century Selasa, 12 Januari 2010. Disaat beberapa oknum pansus yang (maaf) bertanya tanpa ada kesantunan layaknya bertanya kepada seorang wakil presiden RI, ditengah teriakan maling oleh Ahmad Laode Kamaluddin seorang aktivis yang sejak dua tahun lalu bergabung dalam Presidium Komite Aksi Pemuda Anti-Korupsi (Kapak) di rapat pansus, dan yang lebih besar diterpa tekanan dari rakyat untuk mundur dari jabatan sebagai orang kedua RI, Pak Budi masih terlihat tenang dan bijaksana dalam mengolah mimik wajah dan tutur bahasa.
Dia tak sedikit pun menunjukan kelemahan manusia yang sedang terpojok dan 'dikeroyok', kalau pun memang melodrama Century sudah diatur sedemikian rupa dan jika memang beliau benar terlibat dalam Century gate, toh beliau setidaknya menjalankan manajemen emosi dengan baik dan menunjukan kepada rakyatnya bagaimana bersikap di depan televisi nasional.
Saya memang bukan psikolog atau seorang yang pernah belajar ilmu membaca air muka, tapi sebagai seorang pemirsa biasa yang sewajarnya mampu menilai guratan kemarahan, Pak Budi sempat terlihat menahan emosi ketika seorang anggota pansus bertanya dengan nada setengah oktaf lebih tinggi, dan perlu digarisbawahi sekiranya umur anggota pansus yang bertanya ini jauh lebih muda dibandingkan beliau."..kayaknya bisa deh bertanya dengan pak wapres dengan nada yang lebih enak didengar dan kesantunan yang harusnya diperlihatkan anggota DPR di tv nasional", itulah yang saya pikirkan ketika melihat siaran langsung rapat pansus. Memang tak mengherankan kejadian ini, setelah beberapa orang diantaranya pernah mengeluarkan kata-kata mutiara seperti nama binatang atau makian layaknya bahasa konsolidasi biasa saat rapat. Mr. Boediono really made it, he didn't show that madness, the anger!
Ini hanya sebuah wujud apresiasi kedalaman mental seorang terdidik seperti Pak Boediono yang memang harus ditunjukkan sebagai pencitraan seorang pemimpin. Santai menaggapi kritisasi yang berbeda tipis terhadap arogansi dan elegi patah hati kaum oposisi, dan saat rapat berakhir pun beliau masih berjalan dengan kebersahajaannya menggoyang tangan dalam sebuah salam kepada anggota DPR yang 'mengeroyokinya' tadi.

Jumat, Januari 08, 2010

learn from universe

First day of January 2010, universe show us its school...
Bahkan di pengawal tahun 2010 pun alam memberikan contoh nyata untuk manusia bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan tidaklah mudah...mungkin bisa saya analogikan dengan seorang tukang sayur yang bermimpi menjadi kaya dan sukses, untuk mendapatkannya ia rela bangun jam 2 pagi setiap hari mencari sayuran dipasar dan untuk mencapai pasar ia harus mengayuh sepeda sepanjang belasan kilometer berkawan dengan dinginnya pagi. Bertahun-tahun dilakukan hanya untuk menjadi sukses dan kaya dalam jalan yang dipilihnya, jalan yang berat, panjang, penuh emosi dan tanda tanya apa ia akan sampai di impiannya?! Tapi ternyata mimpi memang butuh perjuangan panjang, kini tukang sayur tersebut bahkan telah memiliki pasar swalayan terkemuka di ibukota.
Inilah yang saya rasakan ketika mengawali tahun di Ujung Genteng Sukabumi Jawa barat, bermodal berita bahwa pantai disana sama indahnya dengan Lombok dan Bali kami melaju mencari arti dari berita yang beredar. Benar saja, setelah perjalanan 6 jam dari Bogor dengan menggunakan mobil, kami masih harus naik motor untuk mencapai lokasi pantai yang kami inginkan, untuk bisa sampai di pasir putih saya melalui pesisir pantai selama tiga puluh menit dan itu semua belum berakhir...kami semua masih harus meninggalkan motor dan berjalan kaki mendaki menuju pantai pasir putih. Perjalanan setengah jam dengan motor tidak datar begitu saja, medan yang dilalui pun dipenuhi tanaman, becek, tanpa petunjuk arah dan licin. Kami masih menanti keindahan yang dijanjikan dan tanpa sadar bahwa badan sudah setengah remuk akibat perjalanan Bogor - Ujung Genteng yang memang benar melelahkan...sampai pada akhirnya kami melihat ujung pasir putih di puncak jalan yang kami daki...6 jam + 30 menit + 10 menit bejalan + pantai pasir putih = terbayar !
Pantai yang private tanpa ada pembatas selain langit dan pasir. Subhanallah.

tersirat alam telah mengajarkan kita melalui banyak cara, bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai harapan, kita harus ikhlas melalui perjalanan panjang dan melelahkan dan itu semua akan terbayar jika sudah terlalui karena nantinya di ujung pencapaian kita akan lantang berkata, i did it!

NO THANX!

Bukan bermaksud tidak menghargai para perokok di luar sana yang sama sekali belum berempati pada orang disekelilingnya yang tidak merokok, saya benar-benar hilang akal kalau yang melakukan hal ini justru para petinggi negara, pejabat, sarjana, wartawan, dan semua orang yang mengakui dirinya kaum teredukasi. Adalah saat saya bekerja sebagai reporter, kedongkolan mendalam serius saya derita karena decak kagum saya terhadap 'kebodohan permanen' yang teman-teman satu profesi lakukan yaitu merokok sembarangan! memang larangan merokok bukan terdestinasi untuk tidak merokok sama sekali, tapi hanya mengatur tempat merokok...tapi kenapa beberapa oknum ini yang boleh saya tulis adalah rekan kerja saya (yang katanya adalah 'gudang ilmu a.k.a perpustakaan berjalan) yang jelas tahu ada perda Kawasan Dilarang Merokok (KDM) jarang menggubris aturan ini. KDM hanya mengatur bukan melarang merokok sama sekali, koq hal yang sama sekali tidak rumit ini susah diapresiasi ya???

Yayayaya...sekelumit sisipan cerita tadi tidak akan saya bahas lebih lanjut karena hanya menambah deret kesal tanpa ada data pencilan. Merokok memang pilihan, tapi pilihan ini tidak harus dong berbenturan dengan hak orang menghirup udara tanpa racun nikotin. Smoke Smart, (even u never look smart with smoke though). Saat liputan di Mabes Polri suatu hari, salah satu wartawan sempat bertanya "...din, syarat jadi pacar atau suami kamu apa siy?, yang saya tahu kamu belum punya pacar ya..?" dengan lantang saya menjawab "..yang boleh mas tahu cuma syarat awal ya,,,dia ga ngerokok!" dia pun tertohok menahan tawa karna disana kumpulan wartawan sibuk ngebul semua. "Waduh padahal ada yg mau aku comblangin lho, anak anggota DPR lagi cari istri, mmmmmmmm tapi dia ngerokok din, mau?" i said NO THANX!